1. Cuci Darah
(Hemodialisis)
Ketika
kamu membaca atau mendengar istilah cuci darah, apa yang kamu pikirkan? Ketika
seseorang melakukan cuci darah, kira-kira organ apa yang mengalami gangguan?
Bagaimanakah proses dari cuci darah itu? Agar kamu paham, simak uraian berikut
ini!
Setiap
orang umumnya mempunyai sepasang ginjal, kiri dan kanan. Bentuknya seperti
kacang polong dengan ukuran panjang sekitar 10 cm, lebar 5,5 cm, tebal 3 cm,
dengan massa sekitar 150 gram. Ginjal mempunyai fungsi utama sebagai penyaring
darah kotor, yaitu darah yang telah tercampur dengan sisa metabolisme tubuh.
Sisa hasil metabolisme antara lain urea, asam urat, dan lain-lain.
Hasil
saringan kemudian akan dikeluarkan dalam bentuk air seni, sedangkan darah yang
telah bersih dikembalikan ke pembuluh darah besar untuk beredar kembali ke
seluruh tubuh. Dalam sehari ginjal harus menyaring sekitar 170 liter darah.
Jika dengan suatu sebab, ginjal tidak dapat berfungsi maka harus dicarikan
suatu terapi pengganti, artinya menggantikan pekerjaan ginjal yang tidak
berfungsi lagi. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan sisa metabolisme dan air
tidak dapat lagi dikeluarkan.
Dalam
kadar tertentu, sampah tersebut dapat meracuni tubuh, sesak napas karena
penimbunan cairan, gangguan asam-basa di dalam darah ataupun karena gangguan
elektrolit, kemudian menimbulkan kerusakan jaringan bahkan kematian. Untuk
mengatasi keadaan ini ada beberapa alternatif yang ditawarkan yakni
hemodialisis dan transplantasi ginjal.
Hemodialisis
(cuci darah) berasal dari kata haemo yang berarti darah dan dialisis yang
berarti dipisahkan. Hemodialisis merupakan salah satu dari terapi pengganti
ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik akut
maupun kronik. Prinsip dasar dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses
difusi dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa
metabolisme tubuh dengan menggunakan mesin.
![]() |
Gambar Mekanisme Cuci Darah (Hemodialisis) |
Pada proses hemodialisis, darah dari pembuluhnya disalurkan melalui selang kecil ke mesin yang disebut dializer. Setelah itu, darah yang telah bersih dikembalikan ke tubuh. Di dalam dializer, darah akan melewati membran yang berfungsi sebagai saringan. Sampah hasil penyaringan akan dimasukkan ke dalam cairan yang disebut larutan dialisat. Selanjutnya, dialisat yang telah tercampur dengan sampah hasil penyaringan akan dipompa keluar, kemudian diganti dengan larutan dialisat yang baru.
Walaupun
hemodialisis berfungsi mirip dengan cara kerja ginjal, tindakan ini hanya mampu
menggantikan sekitar 10% kapasitas ginjal normal. Selain itu, hemodialisis
bukannya tanpa efek samping. Beberapa efek samping hemodialisis antara lain
tekanan darah rendah, anemia, kram otot, detak jantung tak teratur, mual,
muntah, sakit kepala, infeksi, pembekuan darah (trombus), dan udara dalam
pembuluh darah (emboli). Pada gagal ginjal kronik, hemodialisis biasanya
dilakukan 3 kali seminggu. Satu sesi hemodialisis memakan waktu sekitar 3
sampai 5 jam. Selama ginjal tidak berfungsi, selama itu pula hemodialisis harus
dilakukan, kecuali ginjal yang rusak diganti ginjal yang baru dari donor.
Tetapi, proses pencangkokan ginjal sangat rumit dan membutuhkan biaya besar.
Hemodialisis dapat dikerjakan untuk awal pada penderita gagal ginjal. Walaupun
cuci darah menyelamatkan nyawa dan memperbaiki kualitas hidup pasien, namun
upaya ini tidak dapat memulihkan pasien kembali normal seperti sedia kala.
Selain itu biaya untuk melakukan cuci darah juga lumayan mahal.
Gagal
ginjal merupakan lanjutan dari penyakit ginjal menahun. Jumlah pasien dengan
penyakit ginjal menahun banyak sekali, ratusan ribu di seluruh Indonesia.
Masalahnya, pasien penyakit ginjal menahun yang belum masuk tahap gagal ginjal
akan sulit untuk diketahui. Jadi, tantangan pemerintah adalah melaksanakan
program yang efektif untuk mencegah pasien penyakit ginjal menahun agar tidak
memburuk, agar tidak progresif menjadi tahap gagal ginjal menahun yang
memerlukan cuci darah.
Proses
kerusakan ginjal biasanya makan waktu sepuluh tahun atau lebih. Ada beberapa
penyakit yang paling sering menyebabkan kerusakan ginjal progresif, yaitu
kencing manis (diabetes) dan tekanan darah tinggi. Beberapa penyakit lain yang
kemudian dapat berlanjut ke gagal ginjal antara lain adalah penyakit batu
ginjal, infeksi ginjal, dan nefritis. Namun untuk yang sudah telanjur gagal
ginjal, yang sedang menjalani cuci darah, maka perlu dilanjutkan secara
teratur, karena mutlak diperlukan untuk menggantikan fungsi ginjal dan
bermanfaat untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari.
![]() |
Gambar Seseorang Sedang Melakukan Cuci Darah |
2. Transplantasi Ginjal
Transplantasi
ginjal berarti ginjal dipindahkan dari donor ke resipien. Transplantasi ginjal
merupakan pilihan ideal untuk
pengobatan gagal ginjal. Organ
ginjal yang ditransplantasikan dapat
berasal dari donor
jenazah atau dari donor
hidup. Di Indonesia
transplantasi ginjal pertama
dilaksanakan pada tahun 1977
oleh dr. Sidabutar dkk. Umur
termuda yang pernah mengalami transplantasi
ginjal di Indonesia ialah umur 14
tahun. Di negara maju,
transplantasi ginjal pada
anak dapat dilakukan sejak neonatus
sampai umur 20
tahun. Ketahanan ginjal donor hidup (living donor grafts) adalah 87%
untuk 1 tahun pertama dan 68% untuk 5 tahun pertama. Sedangkan untuk donor cadaver (cadaveric grafts) masing 72%
dan 50%.
Referensi
Ilmu Pengetahuan Alam, untuk SMP/MTs Kelas VIII Semester 2, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Baca juga:
Sistem Pengeluaran Manusia | |
01 | |
02 | |
03 | |
04 | |
05 | |
06 | |
07 | |
08 | |
09 | |
10 | |
11 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar