Rabu, 23 Maret 2022

Teori Tektonik Lempeng

 

Perhatikan peta dunia pada Gambar di bawah. Jika kamu memotong gambar masing-masing benua yang ada, kemudian menyatukannya kembali, apakah yang terjadi? Ternyata potongan benua tersebut akan membentuk kesatuan seperti sebuah puzzle.

Peta Dunia
Peta Dunia

1. Teori Pergerakan Benua (Continental Drift)

Berdasarkan fakta tersebut, seorang ahli meteorologi asal Jerman bernama Alfred Wegener mengajukan sebuah teori yang dikenal dengan teori pergerakan benua (continental drift). Dalam teorinya, Wegener menjelaskan bahwa pada zaman dahulu, semua benua di Bumi menyatu membentuk sebuah daratan yang sangat luas  (Pangeae). Sekitar 200 juta tahun lalu benua tersebut terpisah dan bergerak menjauh secara perlahan.

Ilustrasi benua yang menyatu membentuk Pangeae
Ilustrasi benua yang menyatu membentuk Pangeae

Selain fakta benua yang ada di Bumi seperti puzzle, penemuan fosil juga mendukung teori pergerakan benua. Salah satu buktinya dengan adanya penemuan fosil Mesosaurus di Amerika Selatan dan di Afrika. Mesosaurus merupakan jenis reptil yang hidup di darat dan di air tawar. Wegener beranggapan bahwa tidak mungkin berenang di samudra untuk sampai ke benua lain. Oleh karena itu, Wagener beranggapan bahwa Mesosaurus hidup di benua tersebut pada saat benua masih menyatu.

Selain fosil Mesosaurus penemuan fosil lainnya juga mendukung teori pergerakan lempeng. Beberapa penemuan fosil tersebut, antara lain (a) Fosil Cynognathus yang ditemukan di Amerika Selatan dan Afrika, (b) Fosil Lystrosaurus yang ditemukan di Afrika, India, dan Antartika, (c) Fosil tumbuhan Glossopteris yang ditemukan di Amerika Selatan, Afrika, India, Antartika, dan Australia.

Gambar Penyebaran penemuan fosil
Gambar Penyebaran penemuan fosil

Jika benua pernah menyatu, maka bebatuan yang menyusun benua tersebut akan memiliki kesamaan. Misalnya, struktur bebatuan pegunungan  di Amerika Serikat memiliki kesamaan dengan batuan di Greenland dan Eropa Barat. Selain itu, struktur batuan di Amerika Selatan dan Afrika juga memiliki kesamaan. Kesamaan struktur batuan juga salah satu fakta pendukung bahwa benua pernah menyatu.

Akan tetapi, teori pergerakan benua yang diajukan Wagener tidak dapat menjelaskan bagaimana benua berpisah dan bergerak menjauh. Oleh karena itu, teori pergerakan benua Wagener ditolak oleh para ahli pada saat itu.

2. Teori Pergerakan Dasar Laut (Seafloor Spreadeng)

Pada awal tahun 1960, seorang ilmuan dari Princeton University yang bernama Harry Hess mengajukan teori yang bernama seafloor spreadeng atau pergerakan dasar laut. Hess menjelaskan bahwa di bawah kerak Bumi tersusun atas material yang panas dan memiliki massa jenis yang rendah. Akibatnya, material tersebut naik ke punggung kerak samudra. Kemudian material bergerak ke samping bersama dasar kerak samudra, sehingga bagian dasar kerak samudra tersebut menjauh dari punggung kerak samudra dan membentuk sebuah patahan. Proses tersebut diilustrasikan pada Gambar berikut.

Gambar Dasar kerak samudra yang menjauh dari punggung kerak samudra
Gambar Dasar kerak samudra yang menjauh dari punggung kerak samudra

Karena dasar kerak samudra menjauh sehingga terbentuk patahan, maka magma akan naik ke atas dan mengisi patahan tersebut. Magma yang telah sampai ke patahan akan mendingin dan membentuk kerak yang baru.

Teori seafloor spreadeng ini mampu menjelaskan bagaimana proses terbentuknya lembah maupun gunung bawah laut. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian ternyata usia batuan dasar laut dengan kapal Glomar Challenger (1968) juga memperkuat teori ini. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa usia batuan pada punggung kerak samudra lebih tua dari usia batuan pada dasar kerak. Hal ini menunjukkan bahwa batuan di punggung kerak samudra baru terbentuk karena efek seafloor spreading.

3. Teori Tektonik Lempeng

Sekitar tahun 1960, para ilmuwan mengembangkan sebuah teori berdasarkan teori Continental drift dan seafloor spreading. Teori ini disebut teori tektonik lempeng. Berdasarkan teori ini, kerak Bumi dan bagian atas dari mantel Bumi terbagi menjadi beberapa bagian. Bagian ini disebut lempeng. Lempeng bersifat plastis dan dapat bergerak di lapisan ini. Lempeng tersusun atas kerak dan bagian atas mantel Bumi, seperti terlihat pada Gambar di bawah.

Gambar Lempeng tersusun atas kerak dan bagian atas mantel Bumi
Gambar Lempeng tersusun atas kerak dan bagian atas mantel Bumi

Berdasarkan teori tektonik lempeng, bagian luar Bumi tersusun atas  litosfer yang dingin dan kaku (lempeng) serta tersusun oleh astenosfer. Astenosfer bersifat plastis yang berada di bawah lempeng. Akibatnya, lempeng seolah-olah mengapung dan bergerak di atas astenosfer.

Ketika lempeng bergerak, akan terjadi interaksi antarlempeng. Lempeng dapat bergerak saling menjauh dan memisah. Selain itu, lempeng juga bisa saling mendekat hingga terjadi tubrukan antarlempeng. Jenis pergerakan lempeng tersebut dapat diamati pada Gambar berikut.

Diagram lempeng di dunia beserta jenis pergerakannya
Diagram lempeng di dunia beserta jenis pergerakannya

Pergerakan sebuah lempeng akan mengakibatkan perubahan pada lempeng lainnya. Berbagai lempeng yang ada di atas dapat bergerak secara terpisah dan juga bersamaan.

Apabila 2 lempeng bergerak saling menjauh, lempeng tersebut bersifat divergent. Jika kamu amati pada Gambar di atas, lempeng Indo-Australia bergerak menjauh dari lempeng Antartika. Selain itu, lempeng Amerika Utara juga bergerak menjauh dari lempeng Eurasia. Adanya pergerakan ini akan mengakibatkan perisiwa patahan/retakan (Gambar bawah). Salah satu patahan yang terbesar di dunia adalah patahan San Andreas di California Amerika Serikat yang panjangnya 1.300 km.

Gambar Proses terjadinya patahan (a) dan patahan San Andreas (b)

Jika terdapat 2 lempeng yang saling mendekat, maka pergerakan tersebut disebut Convergent. Beberapa lempeng yang bergerak konvergen antara lain, lempeng Indo-Australia dengan lempeng Filipina serta lempeng IndoAustralia dengan lempeng Eurasia. Pergerakan lempeng secara konvergen akan mengakibatkan tabrakan antarlempeng. Akibatnya terjadi fenomena Subduksi dan tabrakan antarbenua. Subduksi merupakan hasil tabrakan lempeng Samudra dengan lempeng Benua yang mengakibatkan lempeng Samudra menyelusup ke bawah lempeng Benua seperti pada Gambar di bawah. Salah satu akibatnya adalah terbentuknya palung laut.

Gambar Subduksi dan tabrakan antarlempeng benua
Gambar Subduksi dan tabrakan antarlempeng benua

Tabrakan antarbenua terjadi ketika kerak benua bergerak saling mendekat. Salah satu fakta terjadinya tabrakan antarbenua adalah terbentuknya pegunungan Himalaya. Pegunungan Himalaya terbentuk karena ada 2 lempeng benua yang bertabrakan, sehingga mengakibatkan salah satu kerak benua terdorong ke atas dan membentuk pegunungan.

Penyebab Terjadinya Pergerakan Lempeng Tektonik

Coba perhatikan dan amati ketika kamu memasak air hingga mendidih. Apa yang akan terjadi? Ketika air mendidih akan timbul gelembung-gelembung udara yang bergerak naik dan hilang di permukaan. Bagaimana hal itu dapat terjadi? Berdasarkan prinsip kalor, ketika air dipanaskan maka air di dasar panci akan berubah menjadi uap air (gelembung) yang massa jenisnya lebih kecil. Karena massa jenis uap air lebih kecil dibandingkan air, maka udara akan bergerak naik ke permukaan. Sesampainya di permukaan, suhu uap air akan turun sehingga akan kembali ke wujud air (Gambar bawah). Hal tersebut terus berlangsung jika air dipanaskan. Perpindahan kalor tersebut dinamakan konveksi.

Gambar Proses konveksi pada air yang dipanaskan
Gambar Proses konveksi pada air yang dipanaskan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Wegener belum dapat menjelaskan bagaimana lempeng bergerak. Akan tetapi, dengan adanya teknologi yang ada saat ini para ilmuwan telah menemukan beberapa penjelasan tersebut. Salah satu teori yang diajukan ilmuwan adalah terjadinya perpindahan panas dari inti Bumi ke lapisan mantel secara konveksi. Hal ini mirip seperti peristiwa mendidihnya air yang dimasak.

Gambar Proses konveksi yang terjadi di dalam Bumi
Gambar Proses konveksi yang terjadi di dalam Bumi

Inti Bumi yang memiliki suhu hingga 6.0000C akan memanaskan material mantel Bumi bagian bawah, sehingga massa jenis material tersebut berkurang. Akibatnya, material tersebut bergerak naik dari dasar ke permukaan mantel. Sesampainya di permukaan, material tersebut akan mengalami penurunan suhu, sehingga massa jenis material akan bertambah. Karena massa jenisnya bertambah, maka material tersebut akan turun ke dasar mantel. Di dasar mantel, material tersebut akan terkena panas Bumi kembali, sehingga proses konveksi terjadi terus menerus seperti pada Gambar diatas. Berdasarkan teori ini, ilmuwan berhipotesis bahwa konveksi inti Bumi menyebabkan pergerakan lempeng.

Berdasarkan penjelasan di atas, kamu dapat mengetahui bahwa Bumi merupakan planet yang dinamis dengan bagian inti yang panas. Panas dari inti Bumi akan berpindah secara konveksi, sehingga mengakibatkan pergerakan lempeng. Ketika lempeng bergerak, maka akan terjadi interaksi antarlempeng. Interaksi tersebut dapat membentuk sebuah palung laut, pegunungan, maupun sebuah gunung berapi. Ketika lempeng bergerak, maka sebuah energi akan dilepaskan berupa gelombang seismik atau yang dikenal dengan gempa. Kamu dapat melihat efek dari pergerakan lempeng di daerah pegunungan, erupsi gunung berapi, atau sebuah tempat yang berubah setelah terjadi gempa atau aktivitas gunung berapi.


Referensi:

Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam. SMP/MTs Kelas VII. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.

Buku Siswa Ilmu Pengetahuan Alam. SMP/MTs Kelas VII Semester 2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Edisi Revisi Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. 


Baca juga:

Struktur Bumi dan Dinamikanya

01

Lapisan Bumi

02

Atmosfer Bumi

03

Lapisan Atmosfer

04

Tekanan Udara

05

Percobaan Udara Memiliki Massa

06

Suhu di Atmosfer

07

Lapisan Ozon

08

Litosfer

09

Teori Tektonik Lempeng

10

Simulasi Konveksi Inti Bumi

11

Gempa Bumi

12

Pengukuran Kekuatan Gempa

13

Gelombang Tsunami

14

Pengurangan Risiko Bencana

15

Gunung Berapi

16

Pengurangan Resiko Erupsi Gunung Berapi

17

Percobaan Erupsi gunung berapi

18

Hidrosfer

19

Proses terjadinya siklus air

20

Penyebab dan Dampak Banjir

21

Pengurangan Resiko Banjir


Tidak ada komentar: